Menjelang
musim penerimaan mahasiswa baru, berbagai kampus sibuk menggalang
simpati calon mahasiswa baru (Maba), termasuk lewat jasa iklan.
Perguruan Tinggi menggunakan iklan karena dianggap efektif menjaring
Maba. Baik itu iklan melalui koran, televisi, radio, spanduk, baliho,
pamflet, brosur, facebook, dan media sosial lain.
Namun
begitu, Maba mesti tetap berhati-hati. Karena tak jarang iklan yang
ditampilkan berbeda dengan kenyataan. Kebanyakan iklan melalui media
sosial menghipnotis pembaca atau Maba dengan berbagai godaan-rayuan
iklan. Entah itu iming-iming beasiswa, lapangan kerja, fasilitas lengkap
dimiliki kampus, suasana kondusif belajar, dan masih banyak lagi yang
tertulis dalam iklan.
Tujuan
iklan itu adalah mempengaruhi, mengajak, dan bahkan merubah sikap Maba.
Dalam pemahaman sederhana, iklan itu diharapkan bisa menjaring Maba
sebanyak-banyaknya agar masuk di Perguruan Tinggi tersebut. Di titik
ini, kompetisi dan perang iklan antara kampus guna merebut Maba terjadi.
Dalam
konteks itu, Maba mesti berhati-hati. Sikap kritis harus dikedepankan.
Jangan sampai menjadi korban iklan kampus. Pasalnya, iklan kampus,
sesungguhnya tidak merepresentasikan konteks sosial secara menyeluruh
terhadap PT tersebut. Iklan hanya bersifat sempalan dan tidak kolektif
mewakili keadaan sebenarnya di dalam kampus.
Dalam
arti lain, iklan itu hanya bagian kecil dari realitas kampus yang
ditampilkan. Maka dari itu, Maba jangan mudah percaya dulu dan memakan
mentah-mentah isi yang disajikan dalam iklan PT. Ada kalanya iklan itu
benar, tapi tak cukup mewakili keseluruhan kenyataan kampus. Namun, sisi
lain, tak jarang iklan itu dapat menipu hanya untuk mendapatkan Maba
sebesar-besarnya dan meraup keuntungan secara ekonomi dari Maba.
Meninjau
kebenaran iklan dengan paradigma dan pendekatan kritis adalah sikap
cerdas agar Maba tak tertipu dengan gombalan iklan kampus. Maksudnya,
Maba dan orang tua siswa jangan percaya sepenuhnya pada iklan kampus
sebelum meninjau langsung keadaan sebenarnya di dalam kampus tersebut.
Mempelajari
secara utuh realitas kampus yang diinginkan, bukan saja lewat iklan,
tapi entah itu berkunjung langsung di kampus tersebut, atau mendapat
informasi dari orang lain—merupakan cara efektif memilih PT yang tepat
dan diinginkan. Dengan begitu, calon Maba dan orang tua siswa tidak
mudah termakan rayuan gombal iklan kampus.
Agus Syahputra* Ketua Umum IKPM Sumsel Yogyakarta 2012-2014
0 komentar:
Posting Komentar