Dalam
bukunya Lorens Bagus, “Dictionary Philosophy” kata philosophy secara
bahasa berasala dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata philos dan sophos
. Philos yang berartikan cinta atau Philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan sophos yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis. Dapat diartikan
cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat
telah mampu mempertahankan eksistensinya, dengan melahirkan para pemikir-pemikir
radikalsm para pemikir empirism dan para pemikir-pemikir lainnya, yang sampai
hari ini masih berkembang dan mampu mempertahankan eksistensinya. Filsafat
merpakan sebuah induk ilmu yang mampu
melahirkan pelbagai disiplin ilmu, yang mampu merubah nalar manusia, dari
teoritis hingga kepraksis, dari im-materi hingga menjadi potensi dan kemudian
menjadi ilmu yang berdiri sendiri.
Perjalana
filsafat ala-klasik, yang ditandai dengan Thales yang mendapatkan
gelar filosof awal, dengan pemikiraanya mengenai asal kejadian alam semesta
adalah air sebagai antithesis atas potensi, dan kemudian dilanjutkan oleh
Sokrates, Plato dan kemudian Aristoteles dan lain sebagainya. Era perjalanan
filsafat ala klasik mempunyai tendensi pemikiraan tentang alam. Air, udara, api,
angin dan atom merupakan buah pemikiraan filosof ala-klasik. Dalam periodesasi
ala-klasik secara spisifik lebih terarah pada asal kejadian alam, kendati ada
juga yang masuk rannah politik, etika dan lain sebagainya.
perjalanan filsafat ala-pertengahan,
periodesasi ini menurut pandangan beberapa penulis sekaligus pemikir besar
semisal, Bertand Russul, Lorens Bagus, dan tidak kalah spektakulernya
penulis Indonesia Siomon Petrus L. Ijahjadi mereka menulis secara garis
besar bahwa filsafat ala-pertengahan lebih teridentifikasi pada rannah
theology, dalam catatan Simon, filosof yang pertama kali menyingung hal itu,
ialah Augustinus seorang pemikir yang lahir dari agama Kristen Romawi Barat,
dan kemudian disusul oleh pelbagai pemikir-pemikir lainya. Semisal Anselmus,
Abaelardus, Ibn rush dan yang tidak kalah spetakuler pemikir sekaligus teolog,
Thomas Aquinas. Periodesasi ini banyak para pemikir yang kemudian menghasilkan
buah pemikiranya pada rannah teology.
perjalanan
filsafat ala-Modern. Periodesasi modern menurut catatan sejarawan maupun
peninggalan pemikir-pemikir besar, terdapat tiga hal yang hingga detik ini
masih dikenang oleh umat seluruh dunia. Zaman Renaissans, Zaman pencerahan (Aufklarung)
dan seputar idealism jerman. Beberapa hal inilah yang kemudian terjadi dalam
perkembangan filsafat modern, dimana manusia berusaha untuk merdeka secara
esensi dan kemudian manusia sendirilah yang akan menetukan arah kehidupannya,
dan yang paling marak adalah runtuhnya otoritas gereja. ciri dalam periodesasi
ini. Dalam periode modern telah Nampak manusia mengunakan akal fikirnya secara
esensinya. Dan berusaha menciptkan pelbagai alat untuk membantu kehidupan
mereka.
Dan
filsafat ala-mutaakhir atau yang sering disebut dengan periodesasi
Postmodrenisme, dewasa ini bisa kita lihat bagaimana perkembangan manusia dan
filsafat. Dalam konteks keindonesia saya sendiri telah mampu merasakan
bagaimana perkembangan filsafat dan bagaimana perkembangan masyrakat. Untuk
saat ini manusia mempunyai tendensi yang sangat plural menurut saya. Hal ini
terbukti ketika manusia mempunyai hasrat serba ingin punya dan kehidupan yang
terkotak-kotakan oleh system.
Filsafat
dalam kacamata eksternal? Filsafat yang selama ini saya pandang, dalam
kacamata social masyarakat mengalami orientasi yang tidak jelas akan
dinamikanya. Hal ini pun banyak terucap oleh ribuan mahasiswa yang bukan
berasal dari mahsiswa filsafat? Bahkan saya menyaksikan pelbagai sarkasme
filsafat dari pelbagai aliansi, semisal lingkungan yang masih sangat dogtriner
dan filsafat sendiri dalam orientasinya terhadap masyarakat pun masih menjadi
bahan pembicaraan, banyak dari golongan awam yang berasumsi bahwa filsafat itu
menyesatkan. Benarkah demikiaan? Filsafat
dalam kacamata internal? Mahasiswa yang menyandang filsafat, hingga
detik ini Sudah mengalami penurunan
kualitas secara derastis. Hal ini juga pernah terlontar oleh salah satu
dosen filsafat. Beliau mengatakan bahwa sampai detik ini filsafat mengalami
kekurangan sumber daya pemikir ulung?
Saya
sendiri selaku mahasiswa filsafat begitu ibah ketika harus mengatakan sebagai
mahasiswa filsafat? Memang benar, jika hari ini banyak orang-orang yang
memasuki wilayah filsafat, namun, dikemudian hari, menjadi bahan pertanyaan
terkhusus bagi saya? Benarkah mereka masuk kawasan filsafat atas kesadaran diri
mereka? Dalam hal ini terbukti bahwa pernyataan itu salah. Dan oleh karena
kesalahan system ini pula akan memberikan dampak negative bagi orientasinya.
Dan salah satunya akan menghambatnya eksitensinsi pemikir-pemikir kritis, yang
teramat dirindukan oleh Negara ini.
PMB.
Penerimaan mahasiswa baru, diprodi aqidah dan filsafat Uin Suanan Kalijaga tahun
ini, yang meletakkan pilihan pertama hanya sekitar 18 orang dan kemudian yang
diterima lebih dari 79 mahaiswa, baik melalui jalur prestasi, Bidikmisi, SNPTN,
Regular maupun jalur mandiri. Bagaiaman munkin system mampu meletekan mahasiswa
yang tidak berpotensi untuk berfikir kedalam jurang pemikir? Hal ini sangat
ironis bukan? Demi kepentingan Negara, system telah mampu mengotori citranya
sendiri?
Sangat
disayangkan sekali, ketika satu demi satu mahasiswa filsafat harus pindah atau
berhenti dari prody Filsafat dikarenakan system. Banyak dari kalangan dosen
yang mengeluh ketika mengajar di jurusan filsafat, semisal lahirnya unggkapan “bahwa
sekarang filsafat mulai ditelan bumi, bahwa filsafat sekarng sudah mati dan
bahwa filsafat sekarang tidak lagi mampu mencetak pemikir-pemikir ulung”
hal ini sudah kerap kali saya dengar. Hingga kemudian menjadi bahan perenungan
saya sendiri? Kenapa kemudian dosen-dosen itu sendiri mampu mematahkan semangat
mahasiswanya! Dalam benah saya pun berfikir bukankah sampai detik ini, banyak
diantara dosen yang tidak masuk kelas ketika jam kuliah, lantas kenapa kemudian
para dosen mampu mengatakan sedemikian.
Nah
bagaimana seharusnya lembaga dapat mencetak pemikir-pemikir yang mampu
memberikan kontribusi kepada masyarakat Indonesia. Menurus saya, pertama
yang harus dilakukan adalah membenahi kembali kinerja system, yang saya anggap
menyesatkan paradigm. Menurut analisis saya, kinerja system yang selama ini,
sangat kurang propisonal. Hal ini
terbukti ketika system memasukan masa kedalam jurusan yang ia tidak kehendaki. Harusnya
pihak lembaa memberikan kebijakan,
terhadap masa yang hendak masuk kedalam prodi filsafat, diantaranya tidak ada
pilihan kedua dan ketiga terkhusus bagi yang berminat pada prody filsafat,
dengan pertimbangan kuantitas massa.
Dan yang
kedua, kalangan mahasiswa harusnya tau diri, layaknya mahasiswa belajar
tidak hanya dikelas. Namun harus menjadi orang yang aktif. Setidaknya membaca
adalah hukumnya wajib. Senantiasa berdiskusi kendati hanya berdua dan
senantiasa meletakan sanitis sebagai sentral. Kenapa kemudian banyak mahasiswa
yang Vakum yang terkesan monoton? Problem yang fundamental adalah dimana
manusia merasa sibuk hingga ia lupa kalau dirinya harus membaca, menulis, dan
berdiskusi. Dan factor yang lain adalah males? Untuk menangulangi problem
tersebut, penting kiranya bagi kita untuk membuat capaian-capaian yang hendak
kita pahami (Motivasi diri sendiri).
Dengan
demikian setahap demi setahap akan meningkatkan kuantitasnya pemikir. Dan tidak
menuntut kemunkinan filsafat Indonesia akan bercahaya dibelahan Negara
Indonesia.
*Shohibul Kahfi (Wakil Ketua Umum IKPM SUMSEL 2012-2014)
0 komentar:
Posting Komentar