Rabu, 19 Desember 2012

Kampus Anti Korupsi

Peranan Universitas memecahkan kasus korupsi negeri ini sangat urgen. Tidak hanya pemikiran brilian acap lahir dari Perguruan Tinggi tapi legitimasi lembaga pendidikan ini cukup kuat mempengaruhi kebijakan pemerintah maupun persepsi publik kaitannya penanggulangan korupsi. Lihat saja, ketika komisi pemberantasan korupsi (KPK) dikriminalisasi Kepolisian, dukungan kampus dan alumni PT seluruh Indonesia mampu meredam gerakan kriminalisasi lembaga pemberantasan korupsi. Dari contoh itu menunjukkan keberadaan dapat diandalkan masyarakat dalam menyikapi masalah korupsi.
Keterlibatan kampus dalam persoalan korupsi sejatinya lebih dominan. PT memberikan perhatian lebih terhadap korupsi. Itu karena korupsi tidak hanya mengambil uang negara, lebih dari pada itu korupsi menghancurkan jiwa/mental, pemikiran, nilai-nilai kejujuran dan kemanusiaan seseorang maupun berjamaah. Bahkan dalam konteks lebih ekstrem, korupsi mematikan sifat-sifat kemanusian bahkan ketuhanan dalam diri manusia. Friedrich Nietzsche, filsuf Jerman, berpandangan korupsi memunculkan sifat purba manusia.
Berbahanya dampak ditimbulkan korupsi sejatinya menggugah kesadaran civitas akademika baik secara personal maupun kelembagaan (baca: PT) untuk benar-benar memberikan perhatian khusus pada masalah ini. PT mesti melakukan tindakan kongkret, tidak taktis melainkan strategis dalam memutus dan membongkar akar-akar korupsi.
Kita patut mengapresiasi beberapa universitas yang memberikan perhatian penting terhadap korup(si)tor. Misalnya, Universitas Paramadina Jakarta memasukkan kurikulum pendidikan anti korupsi terhadap peserta didiknya. Hemat penulis, cara ini cukup cerdas dalam rangka penanganan masalah korupsi. Ihwal korupsi dikaji secara mendalam dari bangku akademik. Dalam konteks itu, bukan saja pemikiran bernas akan ditemukan dari rahim PT yang menelaah korupsi, tapi citra/pengaruh di masyarakat dan bangsa akan memberikan persepsi berbeda dibanding korupsi hanya dilimpahkan di KPK, Kepolisian, maupun lembaga penegak hukum lain.
Kelebihan Kampus
Bukan maksud mengkerdilkan peran institusi penegak hukum dalam rangka memberantas korupsi, namun keberadaan universitas mengentaskan korupsi tidak kalah urgen. Itu karena PT masih dianggap ruang atau wilayah netral yang bebas berbagai kepentingan politik praktis, alasan-alasan ekonomi jangka pendek, atau motif-motif kejahatan lain sehingga produk pemikiran korupsi dari PT berkualitas dan murni pemikiran ilmiah yang tulus dalam memberikan sumbangsih gagasan mengatasi korupsi.
Itulah mengapa masyarakat menaruh harapan besar pad kampus untuk menanggulangi korupsi. KPK dan Kemendikbud mampu membaca kebutuhan dasar publik tersebut sehingga kedua lembaga negara itu menjalin kerja sama dengan beberapa PT di Indonesia untuk bekerja bareng menjadikan korupsi musuh bersama (common enemy). KPK sudah melatih 1.007 dosen di 10 wilayah perguruan tinggi yang bekerjasama dengan Dirjen Dikti Depdikbud.
Peluang dan kesempatan itu dapat dioptimalkan PT dengan menjadi garda depan bersama KPK maupun institusi penegak hukum lain memberantas korupsi yang menggerogoti hampir semua sendi-sendi kehidupan. Artinya, PT dapat lebih bisa menunjukkan taring sebagai lembaga yang tidak hanya konsen di bidang akademik an sich, tapi kampus dapat pula menonjolkan kuasanya dalam hal mengikis habis gerakan para koruptor yang membuat sengsara negeri kita.
Di titik ini, bila kampus mengemban misi mulia itu, keteladan sejatinya bisa ditunjukkan elemen PT, entah mahasiswa, karyawan, dosen, atau bahkan universitas secara kelembagaan. Dari itu keteladanan mesti dibarengi dengan kepemimpinan yang kuat di dalam PT yang bersangkutan. Peran rektor dan pimpinan-pimpinan terkait menjadi begitu signifikan untuk menunjukkan kampus memiliki komitmen serius memberikan sumbangsih signifikan terhadap republik dalam hal penanganan masalah korupsi.
Keteladanan  
Komitmen mesti dibarengi dengan tindakan konkret maupun contoh riil. Dengan bahasa lain, PT dapat menunjukkan pada publik bahwa kampus secara sungguh-sungguh memerangi korupsi. Karena itu kita berharap kejujuran holistik terjadi di dalam universitas. Praktik korup atau budaya korupsi jangan sampai terjadi di kampus. Bilapun ada fenomena korupsi di internal PT sejatinya politik tebang pilih tidak terjadi di kampus dalam proses pengungkapan para koruptor. Siapa pun dia, apa pun jabatan dan latar belakangnya jika terbukti melakukan korupsi mesti ditindak. Oleh karena itu, kasus 16 rektor universitas yang diduga terlibat praktik korup dalam pembahasan anggaran Kemendiknas 2010—dapat diungkap. Publik butuh keseriusan, keteladanan PT, bukan retorika yang kering dan hampa makna.
Harapan besar digantungkan masyarakat pada kampus yang memiliki integritas melakukan pemberantasan terhadap masalah korupsi. Sebab bagaimanapun juga mengikis habis budaya atau praktik korupsi tidak hanya bisa dilakukan KPK dan lembaga penegak hukum lain. Universitas dapat menjadi mitra institusi penegak hukum dalam upaya pemberantasan penyakit korupsi.

Agus Syahputra (Ketua Umum IKPM SUMSEL 2012-2014)

0 komentar:

Posting Komentar